Praktik penipuan dan kejahatan siber adalah implikasi dari perkembangan masyarakat berisiko bahwa makin maju masyarakat, makin rawan pula mereka menjadi korban. Seperti dikatakan Ulrich Beck (1992), perkembangan masyarakat berikut perkembangan teknologi yang luar biasa cepat memang tidak terhindarkan bakal melahirkan masyarakat yang harus menghadapi berbagai risiko yang merugikan. Perkembangan teknologi informasi dan
masyarakat digital yang mengonstruksi dan mengkanalisasi perilaku masyarakat yang makin bergantung pada teknologi informasi menyebabkan masyarakat terperangkap dalam logika algoritma dan makin bergantung pada data dan proses digitalisasi. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari tanpa sadar didisiplinkan dan bahkan seolah semua kehidupannya diatur serta ditentukan oleh perangkat teknologi digital.
Untuk melawan hegemoni dan disiplinisasi yang dikonstruksi perkembangan masyarakat digital, mau tidak mau yang harus dikembangkan ialah apa yang dikatakan Deleuze (1992) sebagai masyarakat kontrol (control society). Masyarakat tidak lagi menjadi bagian dari cyborg yang hidupnya diatur, dikendalikan, dan bahkan didisiplinkan oleh sistem komputasi dan teknologi digital, tetapi menjadi individu yang tidak terjebak pada manipulasi hasrat (desire) dan kesenangan yang ditawarkan teknologi digital. Sebaliknya, mampu mengatur hidupnya dengan cara melawan, yakni mengambil sepenuhnya kontrol atas teknologi digital.
Saat ini, benar bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia telah berhasil menangkap 13 pelaku yang diduga melakukan kejahatan keuangan dengan menyebar file link aplikasi APK bermodus phising melalui jejaring platform media sosial. Selama ini tidak sedikit kasus kejahatan siber, seperti pencurian identitas pribadi, penipuan kartu kredit, dan berbagai kasus tindak kejahatan online, berhasil dibongkar aparat. Masalahnya, di luar pendekatan legal-punitif seperti yang dilakukan aparat, yang tak kalah penting ialah bagaimana membangun mekanisme kontrol dan literasi privasi masyarakat agar dapat secara mandiri melakukan pengendalian atas hasrat diri dalam ruang jaringan (network space). Sepanjang masyarakat masih menjadi sosok yang diperbudak dan dimanjakan oleh kemudahan yang ditawarkan teknologi digital (smartphone) maka sepanjang itu pula kasus kejahatan siber akan tetap bermunculan. Inilah barangkali risiko yang harus dibayar akibat dari kemajuan masyarakat digital yang makin masif.